Rabu, 03 Februari 2010

Khairuddin Barbarossa

Khairuddin Barbarossa

A. Asal-usul Khairuddin Barbarossa

Sebenarnya penulisan tentang Khairuddin Barbarossa sulit sekali, dan terkendala oleh sumber yang menuliskan Khairuddin Barbarossa secara keseluran atau yang menuliskan Riwayat hidupnya yang lebih detail sangat jarang Sekali baik yang berbahasa Arab, Inggris, dan Indonesia, hanya beberapa saja yang menceritakan tentang riwayat hidupnya, dan sisanya penulisan tentang Barbarossa hanya beberapa paragraph, dan bahkan ada yang menulisnya beberapa baris saja.dan membuat penulis sangat sulit menggambarkan kepribadiannya. Dan bahkan sangat sulit melukiskan keberaniannya dalam perang, yang membuat para musuh gemetar saat berhadapan dengannya.

Sebelum kita membahas lebih jauh lagi tentang Khairuddin Barbarossa. saya selaku penulis, ingin memberi tahu terlebih dahulu bahwa dalam sejarah, setidaknya ada tiga orang besar yang tercatat menyandang nama Barbarossa dan mereka sama-sama mempunyai jenggot lebat berwarna merah. Orang yang pertama merupakan pemimpin Jerman sekaligus pemimpin Holy Roman Empire, Fredrick I Barbarossa (1123 – 1190 M).

Berikutnya adalah dua pejuang muslim asal Lesbos[1] yang berjihad melawan ancaman-ancaman pelaut Kristen dari Spanyol dan Portugis, yaitu Aruj (wafat 1518 M) dan Khairddin (wafat 1546 M). keduanya dikenal sebagai Barbarossa bersaudara[2]. Tetapi yang akan saya tulis dalam skripsi ini saya adalah Khairuddin Barbarossa.

Khairuddin lahir pada tahun 1478, tetapi sumberlain menyebutkan ia lahir pada tahun 1466 M, awalnya ia bernama Khidr. Kelak ia baru menyandang nama Khairuddin setelah kakanya gugur di pertempuran pada tahun 1518 M. Adapun sebutan Barbarossa boleh jadi disandangnya beberapa tahun sebelum itu.

Khairuddin lahir dan dibesarkan disebuah pulau kecil di wilayah Turki yang bernama Pulau Lesbos ( Mytilene / Madlali ). Pulau ini sebelumnya merupakan wilayah Yunani. Dari Pulau inilah Islam melahirkan seorang pahlawan pejuang besar bernama Barbarosa Bersaudara. Sedangkan Barat justru melahirkan lesbianisme dari tempat itu[3]. Kisah mitologi tentang lesbianisme pada zaman Yunani Kuno mengambil tempat di pulau dan dari nama pulau itu pulalah diambil istilah lesbianisme.

Ayah Khairuddin, Ya’qub bin Yusuf, adalah veteran Laskar Utsmaniyah dan mantan anggota satuan Pasukan Sapahi[4] yang menetap di pulau itu setelah pulau itu di taklukan sultan Muhammad al-fatih pada tahun 1462. Ibunya adalah seorang wanita Yunani, penduduk asli pulau Lesbos. Pernikahan kedua orang tuanya melahirkan empat orang anak, yaitu Ishak, Aruj, Khidr, dan Ilyas[5].

Khairuddin memperlakukan rekan-rekannya dengan baik, sopan, dan karenanya mereka semua mencintainya. Secara pribadi ia sangat menyenangkan, santai, dan suka guyon. Secara fisik, ia seorang yang berkulit gelap dengan tinggi rat-rata, serta mempunyai perawakan dan tulang yang besar. Rambut, jenggot, dan alisnya lebat berwarna merah. Alisnya matanya bersentuhan satu sama lain. Satu hal yang cukup luar biasa, Khairuddin dapat berbicara dalam seluruh bahasyang digunakan di Mediterania, yaitu Yunani, Arab, Spanyol, Italia, dan Perancis, selain itu bahasa Turki tentunya.[6]

Ironinya bukan hanya Barbarossa yang kurang diaku oleh para sejarawan dunia, sebagai Panglima perang yang perkasa. Ada seseorang tokoh yang benama Hanibal yang hidup kira-kira satu abad sesudah Aleksander, raja Macedonia. Dan satu abad sebelum Julius Ceasar. Hingga saat inipun belum diketahui apa pangkatnya, entah apakah ia Raja ataukah Jendral. Apakah ia adalah seorang pemberontak, dan seperti halnya Khairuddin Barbarossa, Hanibalpun sulit untuk menggambarkan dirinya, tak ada yang memuat lukisan Hanibal, tak ada yang menggambarkannya, dan tak ada yang membuat patungnya, dan ia perna menyuruh membuat tulisan sebagai kenang-kenangan, tetapi ini hanya merupakan daftar kemenangan saja.

Plutarchus, ahli biografi ulung mengenai orang-orang besar dizaman Yunani dan Roma, menulis berbagai kisah orang yang menjadi mashur karena melawan Hanibal. Padahal pada masa Scipio Africanus, Hanibal berhasil memenangkan pertemuran hingga ke Cannae, Prancis. Walaupun Akhirnya Hanibal di Cannae berhasil dikalahkan oleh Scipio. Dan kemudian iapun bunuh diri diusia yang sudah tua, pada pertempuran yang terakhir. Akhirnya Scipio yang berhasil menggagalkan serangan Hanibal di Cannae dan yang mengalihkan perangnya ke Afrika, dan ketika bunuh dirinya hanibal ia berhasil menjadi pahlawan, yang nilainya tak kurang dari Julius Ceasar[7].

Begitu pula kasus yang sama menimpa Barbarossa, sementara Andrea Doria salah seorang panglima dari Knight of Rhodes[8] dan Raja Charles V yang mana nama mereka begitu mashur dan terkenal, sedangkan Barbarossa sangat jarang sekali yang mengenalnya.

Padahal reconquista yang mereka lakukan otomatis terhenti dan tak berarti di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Turki Utsmani, Sedangkan Turki Utsmani yang berada dibawah panglima Khairuddin Barbarossa berhasil menjadi penguasa di laut Meditrania.

Apakah sejarah hanya milik orang besar? Dan mungkin sejarah hanya milik yang menang? Sehingga ia bebas menulis sejara apa saja, kepada yang menang. Sehingga Barbarossa yang awalnya seorang Bajak laut dan Hanibal yang seorang pemberontak tidak dapat menyandang pahlawan besar.

Menurut Paul Fred, “Manusia besar adalah manusia yang mengukir sejarah di dunia”. Kalau mengutip pendapat diatas, seharusnya Barbarossa adalah Seorang Pahlawan yang besar. Setidak Khairuddin Barbarossa termasuk yang mengukiran sejarah sebagai salah satu Para panglima yang menaklukan dunia.

Kalau sekedar bajak laut Khairuddin Barbarossa tidak bisa melambungkan namanya sebagai pahlawan, tetapi mengapa pasukan Knigth of Rhodes yang melakukan aksi bajak laut di wilayah Mediterania atas sokongan Charles V, namun mereka tidak pernah dijuluki bajak laut.

Perlu dipahami bahwa Barbarossa bukan lah orang-orang yang sejak awal ditunjuk pihak penguasa Muslim untuk mengatur strategi perang untuk menghadapi pasukan pendudukan, walau bagaimanapun setiap orang punya cacat dalam hidupnya. begitupun Barbarossa, walaupun ia dahulunya bajak laut, selayaknya sejarawan dunia harus mengakui ketokohannya, dan menggolongkanya dengan panglima-panglima yang menaklukan dunia.


B. Karir Khairuddin Barbarosa Dalam Bidang Kemiliteran

Ada beberapa alasan yang membuat ia terjun kedalam angkatan laut, Yang pertama, mereka mendapatkannya dari ayah mereka, Ayah Barbarossa bersaudara tersebut adalah Ya’qub bin Yusuf, seorang veteran laskar Utsmaniyah dan mantan anggota satuan pasukan Inkisyariah[9], tetapi dalam buku Khairudin Barbarossa karya Alwi Alatas, ayah mereka adalah pasukan sapahi[10] dan buku Bangkit dan Runtuh Khilafah Utsmaniyah karya Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, menyebutkan ayah mereka adalah Pasukan penakluk Turki yang berdomisili di sebuah pulau bernama Madlai (Lesbos)[11].

Kedua, menurut Alwi Shahab, pada awal Barbarossa bersaudara hanyalah seorang pedagang biasa yang berlayar dengan kapalnya di sekitar perairan Yunani. Pada suatu hari kapalnya diserang Ordo militer Kristen St. John of Jerusalem atau biasa disebut Knight Of Rhodes. Ilyas, adiknya yang paling kecil, terbunuh dalam serangan tersebut.

Setelah berhasil meloloskan diri, mereka memutuskan untuk menyerang kapal Kristen, aksi-aksinya itu diikuti lalu diikut oleh Khairuddin. Itulah peristiwa awal yang memicu aksi Bersaudara dilautan. Meski demikian, sulit dipungkiri bahwa segala yang dilakukan Aruj dan Khairuddin Barbarosa jauh lebih besar dari sekedar balas dendam atau kepentingan pribadi.

Ketiga, Aruj adalah seorang yang ditunjuk Daulah Utsmani untuk mengatur dan mengamankan lalu lintas laut bagi kapal-kapal dagang yang berseliweran hingga ke pantai Yunani. Ia memiliki kapal perang yang bersenjata lengkap yang kelak menjadi modal untuk menghadapi pasukan Spanyol dan Portugis, namun data ini tidak jelas dan akurat karena Hubungan Barbarossa dengan pihak Utsmani terjadi baru pada abad Ke-16[12].

Di awal karirnya, Aruj dan Khairuddin Barbarossa berhasil mengalahkan dan menyita dua kapal besar milik Kristen. Hal itu tentu saja memukul pihak Kristen. Sejak itu kedua bersaudara ini mendapat sebutan yang melekat hingga saat ini, dengan julukan Bajak laut ( Pirates atau corsair )[13]. Menurut Muhammad As-Shalabi, para sejarawan Kristen berusaha untuk menanamkan keraguan tentang karakter jihad di Laut Tengah, dan mereka mensifati jihad ini dengan sebutan perompak. Mereka juga berusaha menanamkan benih keraguan tentang asal-muasal Dua bersaudara Khairuddin Barbarossa[14].

Pernyataan bahwa Barbarossa seorang bajak laut mungkin tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Namun, sebutan itu harus ditempatkan dalam konteks zamannya. Peran sebagai bajak laut yang dimainkan Barbarossa adalah sebuah strategi perang yang dianggap efektif untuk menghadapi invasi musuh pada masa itu.

Walaupun orang-orang Eropa menyebut Barbarossa sebagai bajak laut, dan meskipun tidak ada bendera hitam dan tengkorak yang menjadi simbol bajak laut. Bendera yang dipasang Aruj dan Khairuddin di kapal mereka adalah sebuah bendera berwarna hijau berisi kaligrafi doa Nashrun minallaah wa fathun qariib wa basysyiril mu’miniin, ya Muhammad, empat nama khulafaur rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi (Bintang David). Awak kapal yang dipimpin kedua bersaudara ini terdiri atas orang-orang Islam dari bangsa Moor, Turki, dan Spanyol, serta beberapa orang Yahudi


Selain itu, perlu dipahami bahwa Barbarossa bersaudara bukanlah orang-orang yang sejak awal ditunjuk pihak penguasa muslim untuk mengatur strategi pertempuran menghadapi ancaman armada Spanyol. Aruj dan Khairuddin Barbarossa merupakan pejuang-pejuang partikelir yang gelisa dan berusaha melawan ancaman yang ada. Mereka memulai perjuangan dari bawah di tengah lemahnya kekuatan militer islam disepanjang wilayah Mediterania. Modal mereka hanyalah keperwiraan, keberanian, kepemimpinan, serta talenta yang dimanfaatkan dengan baik dan diwarisi orang tua mereka.

Mungkin model perjuangan awal yang bersifat nonpemerintahan itulah yang mendorong munculnya istilah bajak laut. Namunterlepas dari itu, Strategi bajak laut terus bertahan melampaui napas jihad Barbarossa yang wafat pada abad ke-16. negeri-negeri Afrika Utara, terutama Aljazair, terus menjadi pangkalan-pangkalan “bajak laut” yang terus mengganggu dan menakutkan bagi Eropa hingga abad ke-19.

Namun sejarah pun menunjukan bahwa pada masa yang sama ordo Kristen Knights of Rhodes atas sokongan Carles V dari Spanyol ikut melakukan aksi-aksi bajak laut. Namun mereka tidak pernah dijuluki bajak laut[15]

Kedua orang Bersaudara Aruj dan Khairuddin Barbarosa telah terlatih perang laut sejak kecil. Awal perang meraka arahkan ke laut Akhrabil yang berada di Masqat yang terjadi Masqat yang terjadi pada tahun 1510 M. namun sengitnya perang yang terjadi antara kekuatan Muslimin dan Kristen di Andalusia dan Afrika Utara dan semakin panas pada awal abad ke enam belas, memaksa kedua orang bersaudara mengerahkan gerakannya ke wilayah-wilayah tersebut. Khususnya setelah orang-orang Spanyol dan Portugis mampu menguasai beberapa pelabuhan dan markas-markas penting di Afrika Utara[16].

Kedua orang bersaudara ini mampu menorehkan berbagai kemenangan terhadap perompak-perompak Kristen, satu hal yang membuat kagum kekuatan-kekuatan islam kecil di wilayah tersebut. Ini tampak sekali tatkala sultan hafshid Abu Abdilah Muhammad memberikan hak bagi mereka untuk menetap di pulau Jarbah di wilayah Tunisia. Ini dilakukan karena adanya serangan pasukan Spanyol yang terus menerus, sehingga dia mendapat perlindungan dibawah penjajah Spanyol dengan cara tekanan dan kekerasan. Sebagaimana ini juga tampak dengan banyak permohonan beberapa warga di wilayah itu agar kedua bersaudara ini membantunya.

Adanya pangkalan laut itu memungkinkan bagi bersaudara untuk menaklukan aksi-aksi mereka di lautan secara efektif. Mereka mempunyai tempat untuk mengatur strategi mempersiapkan penyerangan, menghimpun dan melatih awak kapal, lari dan bersembunyi dari kejaran musuh dengan mendapatkan perlindungan dari penguasa muslim setempat. Tiga ratus tahun sejarah bajak laut di Mediterania membuktikan bahwa keefektifan dan keberhasilan aksi-aksi mereka senantiasa ditunjang kerjasama yang baik dan penguasa-penguasa Muslim di wilayah Maghrib.

Spanyol mau tidak mau haris berpikir keras untuk menghadapi serangan-serangan itu. Mereka mempersiapkan kapal-kapal khusus yang sangat besar agar dapat mengalahkan dan menangkap Barbarossa bersaudara. Namun, mereka bukannya berhasil menangkap kedua bersaudara itu, melainkan justru kehilangan sebuah pulau disebelah Barat Italia yang tidak terlalu jauh dari barat laut kota Roma. Pulau itu, pulau Giglio yang bersebelahan dengan pulau Monte Cristo, segera menjadi salah satu pangkalan kapal-kapal bersaudara.

Pada tahun 1518 Aruj wafat di Aljazair dalam pertempuran melawaan penduduk Aljazair yang dibantu oleh pasukan Spanyol. kemudian Yang memegang tampuk kepemimpin adalah Khairuddin, Sejak saat itu, karir Barbarossa terus bersinar terang. Prestasinya di lautan telah menimbulkan kekaguman Perdana Menteri Turki, Ibrahim, dan sultan Sulaiman. Barbarossa telah mengangkat nama angkatan laut Turki kepada posisi yang membanggakan[17].

Sultan Sulaiman menciptakan armada yang kuat dibawah pemimpin Aljazair, Admiral Tertinggi[18] Khairuddin Barbarossa. Komandan ini tidak hanya membawa Aljazair masuk kedalam kekaisaran Utsmani, dan juga Terus mendukung Menopang angkatan laut Utsmani. Dia juga membuat seluruh Laut mediterania menjadi milik Utsmani[19].


C. Faktor Yang Pendukung Ketokohan Khairuddin Barbarossa

Khairuddin merupakan panglima Angkatan Laut Turki Usmani yang paling besar, paling ditakuti, dan paling sukses. Faktor Yang Pendukung Ketokohan Khairuddin Barbarossa diantaranya adalah; ia seorang yang cerdas dan pemuda yang cemerlang kendati bertendensi suka mengejek orang-orang yang sebaya dengannya. Ketika muda, gaya berbicaranya mengasankan. Ia berani, tetapi penuh perhitungan dan kemauannya sangat kuat. Ia terlahir dengan naluri berkelahi serta perangai yang pemberani. Sebagai seorang yang dewasa, ia menjadi komandan laut mediterania karena kecerdasannya serta kecepatannya dalam memahami sesuatu. Tidak lupa ia menurunkan ilmu anak buahnya. Salah satu diantaranya adalah Turgut Reis yang diangkat menjadi kapudan Pasha setelah Barbarossa wafat. Barbarossa pun menikahkan anak laki-lakinya ( Hasan Bin Kairuddin Barbarossa ) dengan anak perempuan Turgut.

Selain itu, Khairuddin memperlakukan rekan-rekannya dengan baik, sopan, dan secara pribadi ia sangat menyenangkan, santai, dan suka guyon, ini yang membuat mereka semua mencintai dan hormat padanya[20].



D. Akhir Perjuangan Khairuddin Barbarossa

Kekalahan Khairuddin Barbarossa Membuat Charles V mendapat sambutan meriah di Eropa karena kesuksesan yang diraihnya. Kekalahan Barbarosa itu membuat Charles V mengira bahwa kekuatan Muslim di Mediterania sudah pupus dan sudah tidak mampu melakukan perlawanan berarti lagi.

Sebagai konsesi atas pemulihan kekuasaannya, sultan Hasan harus menyerahkan beberapa wilayah terhadap Spanyol dan berkewajiban membayar seluruh biaya perang.

Sementara itu, Barbarosa dan pasukan Turki lainnya terpaksa meninggalkan Tunisia yang hanya berhasil mereka kuasai selama kurang lebih setahun . kelak Tunisia baru kembali lagi ke tangan Turki pada tahun 1574, yaitu dua puluh delapan tahun setelah wafatnya Barbarossa.

Barbarossa memang kalah di Tunisia, tetapi Aljazair masih dalam kekuasaanya. Selain itu masih pada tahun 1535, sebagai balasan kekalahannya, Barbarossa berhasil mengepung dan menaklukan Puerto de Mahon di kepulauan Baleares, sebelah Selatan Barcelona, Spanyol. kemudian kapalnya berlayar terus melewati selat Gibraltar dan berhasil merampas kapal-kapal Portugis dan Spanyol yang baru pulang dengan membawa emas dan perakdari benua Amerika. Semua harta benda itu jatuh ke tangan kaum Muslimin. Charles V kembali terhenyak menerima kenyataan pahit itu.

Pada penghujung tahun 1538, kurang lebih 600 kapal Spanyol, Holy Roman Empire, Venesia, Portugis, Genoa, Vatikan, Florence, Malta, dan negara-negara Eropa untuk menghadapi armada muslim di Prevesia. Andrea Doria ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Sementara itu pasukan Barbarossa hanya sepertiga jumlah kapal musuh.

Pada malam itu juga armada Barbarossa melakukan persiapan, keesokan hari Kedua armada muslim dan pasukan Doria sudah berhadap-hadapan dan siap untuk saling menyerang. Dalam Strategi Barbarossa, armada Muslim dibagi tiga Skuadron tempur. Bagian tengah dipimpin langsung oleh Barbarossa, sayap kanan dipimpin oleh Salih Reis, dan Sayap kiri dipimpin oleh Seydi Ali Reis. Sementara itu, Turgut Reis berada dibelakang memimpin kapal cadangan.

Dalam beberapa jam saja, ketiga separuh dari armada Doria hancur dan tenggelam. Kekalahan itu sungguh tidak disangka-sangka, Andrea Doria terpaksa mundur. Pertempuran di Prevesia merupakan menyakitkan pihak Charles V. pertempuran Prevesia merupakan peristiwa penting dalam sejarah angkatan laut Dunia. namun, peristiwa itu jarang disebut-sebut oleh penulis –penulis Barat.

Serangan Charles V ke Aljazair pada tahun 1541 merupakan upaya ofensif terakhir yang terpenting dari pihak Kristen Eropa untuk mengalahkan Barbarossa. Dari dua kali penyerangan yang melibatkan banyak kapal, dan tidak pernah menang.

Pada tahun1543, Perancis meninta bantuan Turki, kemudian Barbarossa diutus Turki ke Marseille, Perancis. Untuk merebut kembali kota Nice yang telah direbut oleh Duke of Savoy, Sekutu Charles V. mereka akhirnya merebut kembali kota itu pada tanggal 20 Agustus 1543.

Hingga menjelang akhir hayatnya, armada Turki dibawah pimpinan Barabarosa berkala terus menerus menyerang pesisir-pesisir pantai Spanyol dan Italia. Negeri-negeri di Selatan Eropa itu tidak dapat berbuat banyak kecuali bertahan dan berdoa. Portugis dan Spanyol terpaksa meninggalkan sebagian wilayah yang telah berhasil mereka kuasai di Afrika Utara, seperti Asifa dan Azmur, sayang, semua kemenangan itu tidak sampai membawa Andalusia kembali ke dalam pangkuan Islam[1].

Barbarosa memang seorang mujahid besar di lautan yang sulit di cari tandingannya didunia. Ia nyaris tidak terkalahkan dilautan. Dan pada tahun 1546, ia meninggal dunia sebagai pria terhormat


[1] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, Hal. 86-87













[1] Lesbos adalah sebuah nama pulau, yang mana pulau ini terletak diantara Turki dan Yunani

[2] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, Akar Cipta Media, Jakarta 2004, hal. 33 – 34.

[3] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut. hal. 34.

[4] Pasukan Saphahi adalah Tentara bayaran.

[5] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, hal. 33 – 36.

[6] Www. Allaboutturkey. com

[7] Harold Lamb, Hanibal Penantang Imperium Roma, PT. Pembangun Jakarta, Jakarta 1966, hal. 1-3.

[8] Knigth of Rhodes adalah sebuah ordo militer kristen yang nama aslinya adalah Knigth of Saint John of Jerussalem dan biasa disebut juga Hospitalers

[9] Al-Habib Alwi Bin Thahir Al-Haddad, sejarah Masuknya Islam di Timur Jauh. Penerbit Lentera, Jakarta 2001 hal.28

[10] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, Hal. 33 – 34.

[11] Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, Bangkit dan Runtuh Khilafah Utsmaniyah, hal. 270.

[12] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, Hal. 36.

[13] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut,hal. 50

[14] Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, Bangkit dan Runtuh Khilafah Utsmaniyah, hal. 270.

[15] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut, hal. 43-45.

[16] Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, Bangkit dan Runtuh Khilafah Utsmaniyah, hal. 271.

[17] Alwi Alatas, Khairuddin Barbarossa Mujahid atau Bajak Laut. Hal. 83.

[18] Grand Admiral atau Admiral Tertinggi adalah jabatan setara dengan Perdana Menteri

[19] John l. Esposito, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam, PT. Ichtiar Baru, Jakarta 1999. hal. 131

[20] Www. Allaboutturkey.com

khairuddin Barbarossa


Islam dan Politik di Sudan

Islam dan Politik di Sudan

Pendahuluan

Sudan merupakan negara multi agama dan multi etnis yang memiliki perbedaan kelas sosial ekonomi antara kaum Arab dan Afrika serta merupakan bangsa pengembala dan petani, kegiatan gembala berlangsung di Sahil (sebuah padang rumput yang bersebelahan dengan Sahara.[1] Sudan atau dalam bahasa Arab “Bilad as Sudan” dengan nama resmi Republik Sudan saat ini dipimpin oleh Presiden Omar Hassan Al Bashir sejak 30 Juni 1989. Sejak meraih kemerdekaannya dari penjajahan Mesir dan Inggris pada 1 Januari 1956, Sudan dilanda oleh berbagai macam krisis. Dari sektor ekonomi, meskipun Sudan adalah pengekspor bahan makanan dan minyak bumi, tetapi pada tahun 1993, Sudan menjadi negara dengan jumlah pinjaman terbanyak kepada bank dunia dan IMF. Untuk pertama kalinya, perekonomian Sudan membaik pada tahun 2000 – 2001. Namun, hal ini tidak diikuti dengan stabilitas keamanan dalam negeri sehingga muncullah pergolakan intern.

Rezim militer menyokong pemerintahan yang berorientasi Islam telah mendominasi politik nasional sejak tahun 1956. Sudan telah terlibat dalam dua perang saudara yang panjang pada abad 20. Konflik – konflik ini mengakar pada masalah dominasi ekonomi, politik dan sosial. Perang saudara pertama berakhir pada tahun 1972, kemudian pecah lagi pada tahun 1983. Pembahasan mengenai perdamaian antara Utara-Selatan dilaksanakan pada tahun 2002 hingga 2004 dengan penandatanganan berbagai perjanjian.

Konflik separatis yang muncul di wilayah barat Darfur di tahun 2003 menelan korban sebanyak 200 ribu jiwa dan sedikitnya 2 juta orang terpaksa mengungsi hingga akhir tahun 2005. Sudan juga telah menghadapi gelombang pengungsi yang besar dari negara-negara tetangga, khususnya Ethiopia dan Chad, dan kurangnya dukungan pemerintah menghalangi bantuan kemanusiaan dari pihak luar.

 

Profil Sudan

Republik Sudan merupakan negara terluas di Afrika yang memiliki luas sekitar 2.505.810 km2, didominasi oleh sungai Nil dan anak-anak sungainya. Terletak di Afrika Utara dan beribukotakan Khartoum. Sudan berbatasan dengan Mesir di utara, Eritrea dan Ethiopia di timur, Kenya dan Uganda di tenggara, Kongo dan Republik Afrika Tengah di barat daya, Chad di barat, dan Libya di barat laut. Sudan meliputi daratan yang sangat luas dengan gurun sahara di sebelah utara, daerah pengunungan di wilayah Sudan Timur, dan Barat, serta rawa-rawa dan hutan hujan tropis yang sangat besar di daerah Selatan. Sudan selatan beriklim tropis, sedangkan di utara beriklim kering dan tandus, karena daratannya di dominasi oleh padang pasir. Titik terendah Sudan adalah Laut merah yaitu 0 m, sedangkan titik tertinggi di Sudan adalah puncak gunung Kinyeti, yaitu sekitar 3.187 m.

Populasi penduduk Sudan merupakan populasi yang paling berbeda dengan negara-negara lain di benua Afrika. Hal ini dikarenakan adanya dua kebudayaan besar yaitu “Arab” dan orang Afrika berkulit hitam, dengan ratusan kelompok etnis, suku dan bahasa yang bergabung sehingga membuat persaingan politis semakin efektif.[2]

Populasi penduduk Sudan hingga Juli 2008 diperkirakan sebesar 40.218.455 jiwa. Dengan angka kelahiran sebesar 34,31 kelahiran per 1.000 jumlah penduduk dan kematian sekitar 13,64 kematian per 1.000 jumlah penduduk. Penduduk Sudan berasal dari berbagai macam kelompok etnik yang berbeda, yaitu etnis Afrika sebesar 52 %, Arab 39 %, Beja 6%, dan lain-lain sebanyak 3 %. Penduduk di wilayah utara Sudan mayoritas memeluk agama Islam ( 70% ), sebanyak 5% memeluk agama Kristen dan kebanyakan berdomisili di selatan Sudan, sementara 25 % penduduk lainnya masih memegang teguh kepercayaan asli. Sebagian besar masyarakat Sudan berbahasa Arab, disamping masih juga menggunakan bahasa suku mereka seperti Nubian, Beja, Ta Bedawie, Fur, Nuban, dan juga dialek Nilotic dan Nilo-Hamitic.

Perekonomian Sudan meningkat seiring dengan tingginya produksi minyak dan harga minyak yang kian melambung tinggi. Namun, konflik internal yang menimbulkan perang saudara selama dua dekade di selatan meningkatkan garis kemiskinan pada pendapatan perkapita masyarakat Sudan.

Selain minyak, hasil – hasil pertanian juga merupakan sumber penting dari perekonomian masyarakat Sudan. Kapas dan wijen menghasilkan hampir ¼ dari setiap pendapatan eksport, selain itu Sudan juga merupakan negara pengekspor bahan makanan seperti padi-padian, gandum, dan kacang-kacangan dan juga hasil peternakan ke Mesir, Arab Saudi, dan negara-negara Arab lainnya. Walaupun demikian, pertanian Sudan masih memiliki masalah irigasi dan transportasi yang sangat mengganggu kedinamisan perekonomian.

Perkembangan industri Sudan terdiri atas pemrosesan hasil-hasil pertanian dan berbagai macam industri terletak di Khartoum Utara. Pada beberapa tahun terakhir, industri GIAD memperkenalkan pabrik perakitan mobil dan truk, dan beberapa peralatan berat militer. Meskipun Sudan memiliki reputasi sebagai pemilik sumber mineral terbesar, eksplorasinya cukup terbatas. Asbes, chrom, dan mika dieksploitasi secara komersial.

Eksplorasi minyak bumi dimulai pada pertengahan tahun 1970an dan menutupi seluruh keperluan energi dan ekonomi masyarakat Sudan. Jumlah minyak mulai dikomersialkan untuk kepentingan ekspor pada Oktober 2000 sehingga mengurangi impor bahan bakar minyak. Daerah yang diindikasikan memiliki sumber minyak potensial di Sudan selatan adalah daerah Kordofan dan propinsi Laut Merah.

Menurut data tahun 2005, Sudan memproduksi minyak sekitar 401.000 barel setiap hari yaitu sekitar 1,9 miliar dollar. Dengan adanya resolusi 21 tahun perang saudara, masyarakat Sudan kini dapat memperoleh keuntungan dari sumber daya alammya, membangun kembali infrastrukturnya, menaikkan produksi minyak, dan dapat mencapai jumlah ekspor yang potensial.

Menurut sejarah, negara-negara seperti Amerika, Belanda, Italia, Jerman, Arab Saudi, Kuwait dan negara-negara pengekspor minyak lainnya (OPEC) telah menyediakan bantuan ekonomi ke Sudan. Peran Sudan sebagai mata rantai ekonomi antara Arab dan negara-negara di Afrika direfleksikan dengan munculnya Arab Bank for African Development di Khartoum. Bank Dunia merupakan penyedia pinjaman yang terbesar.

Walaupun demikian, semenjak Sudan menjadi peminjam terbesar di dunia kepada Bank Dunia dan IMF pada 1993, hubungannya dengan institusi keuangan internasional menjadi tidak baik dikarenakan gagalnya Sudan membayar hutanghuntang tersebut. Pemerintah melanggar batas pelunasan program bantuan IMF. Rencana 4 tahun reformasi ekonomi yang telah diperkenalkan pada tahun 1988 tidak berhasil. Total hutang luar negeri Sudan melebihi 24 miliar dolar dan inflasi yang tinggi menyebabkan harga barang-barang menjadi sulit dijangkau oleh konsumen yang sebagian besar memiliki daya beli yang rendah.

Pada tahun 1993, nilai mata uang jatuh, sehingga mempengaruhi devisa negara. Pada 1999, perdagangan liberal menjadi agak terbatas. Ekspor produksi – produksi selain minyak menjadi stagnan. Sebaliknya, penemuan-penemuan pusat minyak di selatan membawa harapan baru bagi keselamatan perekonomian Sudan. Namun pada kenyataannya, harapan tersebut sulit diwujudkan bahkan sampai situasi politik menjadi stabil.

Dewasa ini, perusahaan-perusahaan yang melakukan eksploitasi minyak bumi di Sudan adalah Talisman Energy (Kanada), Petronas Carigali of Malaysia, Petrochina, dan Sudapet atau Sudan Petroleum (perusahaan minyak pemerintah Sudan). Perusahaan-perusahaan ini bergabung dalam konsorsium yang bernama Greater Nile Operating Company (GNOC). Saham mayoritas konsorsium ini dipegang oleh Petrochina (40%), Petronas (30%), Talisman (25%), dan Sudapet (5%). Perusahaan-perusahaan minyak barat hanya sedikit yang beroperasi di Sudan dikarenakan adanya ketegangan politik antara Amerika dan Sudan sehingga Presiden AS Bill Clinton menjatuhkan embargo dan menghalangi perusahaan-perusahaan AS untuk berdagang di Sudan pada tanggal 3 November 1997. Pemerintah AS percaya bahwa pemerintah Sudan memberikan dukungan kepada terorisme internasional, mengganggu stabilitas negara-negara tetangganya, dan mengizinkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM. Sebagai konsekuensinya, perusahaan-perusahaan AS tidak dapat berinvestasi dalam industri minyak di Sudan.

Pada tahun 2000 – 2001, perekonomian Sudan mengalami peningkatan untuk pertama kalinya semenjak merdeka. Peningkatan produksi minyak, bangkitnya industri ringan dan perkembangan Zona industri pengelolahan membantu menopang pertumbuhan GDP sekitar 10 % di tahun 2006. produksi pertanian merupakan sektor terpenting di Sudan karena menyumbang 35% dari GDP dan menyerap 80% dari tenaga kerja, tetapi sebahagian besar tanah pertanian di Sudan masih tergantung pada curah hujan dan rentan terhadap kekeringan5. Konflik di Sudan yang tidak pernah berakhir dan kondisi cuaca yang tidak menguntungkan menyebabkan banyaknya penduduk sudan akan tetap berada di bawah garis kemiskinan selamam bertahuntahun. Sejak Januari 2007, pemerintah mengenalkan mata uang baru yaitu Sudanese Pound menggantikan Sudanese Dinar, dan pada bulan Juli 2007, Sudanese Pound menjadi satu-satunya mata uang Sudan.

 

Sejarah Sudan

Sudan merupakan kumpulan kerajaan-kerajaan kecil yang merdeka sejak awal era Kristiani pada tahun 1820 hingga 1821, ketika Mesir menjajah dan menyatukan bagian utara negara tersebut. Kerajaan Kush di utara sebelumnya merupakan kerajaan terpisah beribukotakan Napatan. Kerajaan ini kaya akan emas dan sistem pertaniannya ditopang oleh aliran sungai nil. Kerajaan Kush dijajah Mesir pada tahun 736-657 SM, kemudian dihancurkan oleh kekaisaran Axumite dari Ethiopia sekitar tahun 350 SM. Setelah itu muncullah dua kerajaan pengganti, yaitu kerajaan Maqurra di Sudan Utara yang beribukotakan Dongola Tua dan kerajaan Alwa di bagian tengah Sudan beribukotakan Soba. Kerajaan Maqurra runruh pada abad 15 oleh persekutuan orang Arab dan Mesir, sementara kerajaan Alwa juga diruntuhkan pada awal abad 17 oleh aliansi orang-orang Arab. Sedangkan Sudan selatan merupakan daerah sukusuku yang terpecah dan sering menjadi sasaran serangan para budak perompak sampai abad ke 20.

Pada tahun 1881, seorang pemimpin keagamaan bernama Muhammad ibn Abdalla menyebut dirinya sebagai “Mahdi” atau “orang yang diharapkan”, dan memulai perang salib untuk menyatukan suku-suku di Sudan barat dan tengah. Pengikutnya bernama “Ansars” atau “sang pengikut”. Nama tersebut tetap dipakai hingga kini dan mereka berasosiasi dengan kelompok politik tunggal terbesar yaitu Partai Umma, yang dipimpin oleh keturunan Mahdi, yang bernama Sadiq al Mahdi.

Dengan mengambil keuntungan dari hasil eksploitasi dan kekacauan administrasi pemerintahan Ottoman (Mesir), Mahdi memimpin sebuah pemberontakan nasionalis yang memuncak saat jatuhnya Khartoum pada tahun 1885. Tak lama setelah itu, Mahdi meninggal. Namun, negara yang direbutnya tetap bertahan hingga munculnya invasi Inggris dibawah kepemimpinan Jendral Horatio Herbert Kitchener tahun 1898. Pemerintahan Inggris membawa sistem pemerintahan modern, melaksanakan perbaikan hukum dan tata tertib, menekan angka perbudakan, dan menjaga stabilitas ekonomi Sudan.

Pada Februari 1953, Inggris dan Mesir mengadakan sebuah perjanjian mengenai pemerintahan Sudan. Masa transisi menuju kemerdekaan dimulai dengan pelantikan parlamen pertama pada tahun 1954. Atas persetujuan pemerintahan Inggris dan Mesir, Sudan memperoleh kemerdekaannya pada 1 Januari 1956 di bawah konstitusi sementara. Namun, konstitusi ini sama sekali tidak menyelesaikan dua masalah penting bagi pemimpin daerah selatan, yaitu sekulerisasi negara dan negara kesatuan atau federal.

Sejak merdeka, konflik di Sudan menjadi berlarut-larut dan mengakar semakin dalam pada perbedaan kebudayaan dan keagamaan sehingga memperlambat kemajuan politik dan ekonomi. Pada Mei 1969, sebuah kelompok komunis dan sosialis yang dipimpin oleh Kolonel Gaafar Muhammad Nimeiri menjadi presiden Sudan. Sebulan setelah berkuasa, Nimeiri menyatakan faham sosialis disamping Islam dan memutuskan untuk memberikan hak otonomi kepada daerah Selatan. Nimeiri didukung sepenuhnya oleh PBB dan militer. Mulai Agustus 1985, Libya, dibawah pimpinan Muammar al-Gaddafi, mengirimkan pasukannya sebanyak 800 pasukan militer berjalan dari Benghazi dan mempersenjatai suku lokal Baggara yang dianggap sebagai sekutu Arabnya. Pada saat itu, hubungan Libya dengan PBB diperburuk dengan rencana Amerika yang akan mengebom Tripoli pada April 1986, sehingga Libya menyiapkan keperluan logistik dan pasukan udara pada serangan Sudan melawan kaum pemberontak di Selatan (SLM/A)7. Sementara itu, bencana kelaparan sedang melanda Darfur. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1991, Sudan People’s Liberation Army memasuki Darfur dengan harapan dapat memperluas pemberontakan daerah selatan ke arah barat.

 

Politik dan Pemerintahan

Republik Sudan merdeka pada tanggal 1 Januari 1956. Tipe pemerintahannya adalah pemerintahan provisional (sementara) yang didirikan oleh Comprehensive Peace Agreement pada Januari 2005 yang menyediakan pembagian kekuatan pemerintahan dengan bekas pemberontak selatan hingga pemilihan nasional dilaksanakan antara pertengahan 2007 hingga pertengahan 2008.

Konstitusi negara Sudan adalah The Interim National Constitution yang ditetapkan pada 6 Juli 2005. Konstitusi ini dibuat oleh National Constitutional Review Commission sesuai yang dimandatkan oleh Comprehensive Peace Agreemen (CPA) pada Januari 2005. Pemerintah Sudan selatan juga memiliki konstitusi sementara yang ditetapkan pada Desember 2005. konstitusi tersebut disahkan oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan aturan dari The Interim National Constitution dan Comprehensive Peace Agreement.

Presiden Sudan adalah pemegang otoritas sistem pemerintahan Executive, yang juga merupakan perdana menteri, kepala pemerintahan, dan panglima angkatan bersenjata. Pada 9 Juli 2005, sistem pemerintahan Executive ini juga terdiri dari wakil presiden pertama dan kedua. Sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh CPA, posisi wakil presiden pertama diduduki oleh seseorang yang dipilih oleh Sudan People’s Liberation Movement (SPLM), yang secara bersama-sama membantu Presiden Sudan Selatan. Sementara badan legislatif Sudan adalah The National Assembly merupakan majelis rendah yang memiliki 450 anggota dengan pembagian kekuasaan dari partai National Congress sebanyak 52 % kursi, SPLM 28 %, dan partai-partai Sudan Utara dan Selatan lainnya sebanyak 14 % dan 6 % kursi. Selain itu juga ada majelis tinggi, yaitu Council of State, yang terdiri dari dua wakil yang ditunjuk dari setiap 26 propinsi. Pada bidang peradilan, Sudan memiliki pengadilan tinggi, Menteri Kehakiman, pengacara umum, dan pengadilan umum atau khusus. Di bidang divisi sub administratif, tiap propinsi dikepalai oleh seorang gubernur yang ditunjuk oleh presiden bersama dengan kabinet negara dan majelis legislatif negara.

Ada sejumlah partai politik di Sudan baik di bagian utara maupun selatan. Semua partai politik tersebut kemudian dilarang, kecuali partai National Islamic Front pada 30 Juni 1989 karena terjadi perampasan kekuasaan oleh Brigjen Omar Hasan Al Bashir. Kudeta tersebut dikenal dengan nama Revolusi Penyelamatan Nasional.

Selanjutnya, pada tahun 1998, organisasi-organisasi politik tersebut kembali dibentuk dengan disepakatinya Konstitusi 1998. Konstitusi tersebut melegalkan pembentukan partai-partai politik asalkan tidak menentang pemerintah dan tidak melakukan tindak kekerasan. Lebih dari 30 partai terdaftar, namun yang terbesar diantaranya adalah National Congress Party (NCP) dibawah kepemimpinan Presiden Al Bashir dan Sekretaris Jendral Ibrahim Ahmad Umar. Selain itu juga ada Popular National Congress (PNC) dipimpin oleh Osman al Mirghani dan Ummah Party (UP) dipimpin oleh Sadiq al Mahdi. Selain itu, juga terbentuk sebuah aliansi nasional yang beranggotakan beberapa partai oposisi dengan nama National Democratic Alliance (NDA) dipimpin Osman al Mirghani. Diantara anggotanya terdapat Sudan People’s Liberation Army (SPLA) dibawah pimpinan Kolonel John Garang dan Sudan People’s Liberation Movement (SPLM) dibawah pimpinan Mansour Khalid. SPLM adalah sayap politik dari SPLA.

 

 

 

Konflik yang Terjadi di Darfur

Darfur, dalam bahasa Arab berarti ‘Tanah orang Fur’ terletak di sebelah barat Republik Sudan. Orang-orang Fur adalah orang-orang muslim non-Arab. Mata pencaharian penduduknya adalah penggembala ternak yang sebagian besar adalah orang etnis Arab, dan petani yang didominasi oleh penduduk asli Afrika. Secara geografis, letaknya terisolasi dengan ibu kota, Khartoum. Hal ini menyebabkan Darfur menjadi daerah yang terbelakang di Sudan.

Darfur adalah sebuah daerah terprncil dalam negara Sudan, karena secara geogafi wilayah ini terpisah dari Ibukota Khartoum. Sebelum merdeka dari jajahan Inggris, sistem pemerintahan Sudan adalah sistem pemerintahan lokal yang melibatkan pemimpin-pemimpin suku dalam pemerintahan lokal. Hal ini menyebabkan wilayah Darfur terabaikan dan semakin terpuruk dalam kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Keterpurukan ini terus berlanjut hingga Sudan merdeka pada tahun 1956.

Warisan pemerintahan kolonial masih sangat melekat dan mengakar di pemerintahan Sudan seperti Praktek diskriminasi, baik berdasarkan etnis maupun agama. Pemerintahan sangat didominasi oleh kaum Arab yang merupakan kaum minoritas di negara Sudan, kaum pribumi atau kaum afrika kurang mendapatkan tempat dipolitik dan pemerintahan Sudan. Selain itu juga pengaruh kolonial masih sangat kuat pada sistem ekonomi Sudan, dimana pembangunan ekonomi hanya berpusat di sebelah utara Khartoum. Wilayah Selatan dan Barat yang banyak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi, gas alam, emas, besi, perak, kronium, marmer, granit, tembaga, uranium, seng, nikel dan juga timah serta hasil-hasil pertanian seperti kapas, padi, dan rempah-rempah tidak mendapatkan manfaat dari sumber daya alam yang mereka miliki sehingga menyebabkan perekonomian wilayah Selatan dan Barat sangat memprihatinkan.

Marginalisasi ekonomi dan politik antara pemerintahan pusat dengan daerah serta perebutan wilayah pertanian, mendorong lahirnya pemberontak yang di kenal dengan Darfur Leberation Front yang merupakan cikal bakal pemberontak di wilayah Darfur pada tahun 1980-an. Konflik Darfur berawal pada tanggal 26 Februari 2003 ketika Darfur Liberation Front (DLF) menyatakan telah melakukan penyerangan terhadap markas pemerintah di kota Golo, Jebel Marra. Mereka menyerang pos-pos polisi dan konvoi-konvoi militer milik pemerintah di pegunungan Marrah. Akhirnya pada 25 Maret 2003, markas militer milik pemerintah di kota Tine yang terletak di perbatasan Chad berhasil direbut. DLF ini kemudian mengubah namanya menjadi Sudan Liberation Movement (SLM) dan mengubah misinya yang semula menuntut pemisahan wilayah Darfur dari Sudan menjadi pembentukan negara persatuan demokratis Sudan yang berdasar persamaaan, pembagian kekuasaan, pemerataan pembangunan, pluralisme budaya dan politik, serta kesejahteraan moral dan material bagi seluruh rakyat Sudan. Kelompok ini kemudian menjadi kelompok pemberontak di Darfur.

Pada Juli 2003, Sudan Liberation Movement / Army (SLM/A) dan Justice and Equality Movement (JEM) mengangkat senjata melawan pemerintah pusat. Kelompok ini terdiri dari petani agraris yang kebanyakan adalah orang muslim Afrika non Arab. Anggota SLM adalah orang-orang Fur, Masalit serta suku Wagi Zaghawa, sedangkan anggota JEM adalah orang-orang dari suku Kobe Zaghawa. Mereka menuntut penghentian kekejaman yang dilakukan oleh milisi Arab terhadap penduduk etnis Afrika serta marginalisasi politik dan ekonomi di Darfur. Setahun setelah itu, pemimpin kedua kelompok pemberontak itu bersama-sama dengan pemerintah Sudan serta wakil dari komunitas internasional berdiskusi di Geneva untuk mencari jalan mengatasi krisis kemanusiaan yang telah terjadi.

Untuk melawan pergerakan pemberontakan, pemerintah Sudan menambah pasukan tentara dan mendukung penduduk lokal untuk membentuk suatu kelompok yang dikenal sebagai “Janjaweed” atau ‘Iblis berkuda’. Anggotanya sebagian besar adalah orang-orang Arab di Afrika yang mayoritas adalah peternak. Pemerintah, yang mendukung Janjaweed menuduh penduduk Non-Arab melakukan pelanggaran hak asasi manusia, seperti, pembunuhan massal, perampokan dan pemerkosaan di Darfur.

Penyerangan oleh Janjaweed yang sering mendapat bantuan langsung dari pemerintah Sudan, telah menyebabkan sepuluh ribu kematian di Darfur, dan lebih dari dua juta pengungsi yang mengungsi ke negara tetangga, Chad. Banyak anak-anak Darfur, meskipun tinggal di kamp – kamp pengungsi, mengalami kekurangan gizi dan kelaparan hingga mati. Pekerja sosial di Darfur menyangkal adanya akses bantuan di beberapa tempat di Darfur. Hal ini dikarenakan bahwa pemerintah Sudan menolak semua kekuatan PBB memasuki Sudan.

Gencatan senjata diantara partai telah ditanda tangani di N’Djamena, Chad, pada 8 April 2004. Meskipun demikian, kekerasan tetap berlanjut walaupun misi militer Uni Afrika telah disebar untuk mengawasi implementasi dari gencatan senjata. SLM/A dan JEM bernegosiasi dengan pemerintah Sudan dibawah bantuan uni Afrika, menghasilkan protokol-protokol tambahan mengenai aspek kemanusiaan dan keamanan pada konflik 9 November 2004. Seperti perjanjian sebelumnya, perjanjian ini pun dilanggar oleh kedua belah pihak. Pembicaraan dilanjutkan lagi di Abuja pada 10 Juni 2005. Dalam pembicaraan lebih lanjut menghasilkan susunan keamanan, pembagian kekuatan dan kekayaan. Negosiasi ini dipersulit oleh terpecah belahnya kepemimpinan SLM/A.

Uni Afrika dengan dukungan dari Dewan Keamanan PBB, Amerika, dan komunitas internasional lainnya, memulai untuk menyebarkan pengawasan yang lebih luas dan pengamatan perang pada Oktober 2004. Dewan Keamanan PBB telah melewati tiga resolusi yaitu resolusi 1556, 1564, dan 1574. Ketiga resolusi ini bertujuan untuk memindahkan pemerintahan Sudan kepada Janjaweed, melindungi penduduk sipil, dan mengetahui kebutuhan perluasan penyebaran misi Uni Afrika di Darfur.

Usaha-usaha mediasi yang dilakukan oleh Uni Afrika membawa persetujuan damai antara pemerintah Sudan dengan kelompok pemberontak (SLA), yang ditandatangani pada 5 Mei 2006, yang dipimpin oleh Minni Arkou Minnawi di Abuja, Nigeria. Namun, PBB mengatakan bahwa sebenarnya kekerasan meningkat secara dramatis ketika perjanjian ini ditandatangani. Karena, perjanjian ini ditolak oleh JEM dan kaum pemberontak lainnya. Perjanjian tersebut berisi tentang pelucutan senjata pasukan Janjaweed dan membubarkan kaum pemberontak agar digabungkan kedalam pasukan militer. Perjanjian ini dibicarakan lebih lanjut pada Januari 2007 oleh Presiden Omar al-Bashir dengan kesepakatan untuk mengadakan gencatan senjata selama 60 hari.

Pada bulan Juni 2007, pemerintah Sudan setuju untuk bergabung dengan penjaga perdamaian Uni Afrika – PBB di Darfur. Anggota Uni Afrika menyatakan bahwa persetujuan tersebut merupakan langkah maju pemerintah, tetapi beberapa pengamat lain mengingatkan bahwa mungkin saja pemerintah mengingkarinya sama seperti beberapa perjanjian sebelumnya. Sudan diberitakan telah memaksa agar anggota-anggota penjaga perdamaian terbentuk dari tentara-tentara Afrika. Pada bulan Juli, Dewan Keamanan PBB mengesahkan pembentukan 26 ribu anggota penjaga perdamaian yang akan disebarkan di daerah Darfur. Misi PBB dan Uni Afrika di Darfur (UNAMID) dimulai pada awal tahun 2008, namun pada bulan Maret hanya 9 ribu anggota saja yang ditempatkan di Darfur.

 

Referensi:

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: Raja Grafindo, 1999.

Richard Martin, Encyclopedia Islam & The muslim World, USA: Macmillan Referrence, 2004.



[1] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1999, hal. 751.

[2] Richard Martin, Encyclopedia Islam & The muslim World, USA: Macmillan Referrence, 2004, hal 17-18

Islam di Tunisia

TUNISIA

Pendahuluan

Republik Tunisia (bahasa Arab: الجمهرية التونسية) adalah sebuah negara Arab Muslim di Afrika Utara, tepatnya di pesisir Laut Tengah. Tunisia berbatasan dengan Aljazair di sebelah barat, dan Libya di selatan dan timur. Di antara negara-negara yang terletak di rangkaian Pegunungan Atlas, wilayah Tunisia termasuk yang paling timur dan terkecil. 40% wilayah Tunisia berupa padang pasir Sahara, sisanya tanah subur[1].

Pita garis pantai Tunisia yang bersinar matahari di Laut Tengah, merupakan tempat impian para turis. Semenanjungnya yang berbatu-batu dan pantainya yang berpasir,  yang sebagian lenggang, bertaburan desa-desa dan kota-kota  yang ramah.

Tunisia terletak di Afrika Utara menghadap ke arah Eropa dan Timur Tengah. (Sicilia hanya 138km jauhnya) selama lebih dari 3000 tahun, pantai Tunisia telah menarik banyak orang eropa dan Timur  Tengah, para petualang, dan penyerbu.

Kini, Tunis, Ibu kota Tunisia, mencerminkan pertempuran peradaban antara barat dan timur[2].  Tunisia adalah negara kecil diantara tiga negara – Tunisia, Al-Jazair, dan Maroko – wilayah yang disebut Magrib. Dalam bahasa Arab, Maghrib berarti Barat. Daerah itu merupakan dagian barat dari dunia Arab[3].

Sejarah Pra Islam

            Pelaut pedagang funisia dari Asia Barat mendirikan pelabuhan dagang di Afrika Utara, mungkin diawal abad ke 12 Sebelum Masehi. Menjelang abad ke 5 Sebelum Masehi. Katargo merupakan pusat kerajaan dagang yang kuat. Bangsa Romawi memerlukan waktu lebih seabad (264 – 146 Sebelum Masehi) untuk menaklukan katargo dan mendirikan pemukiman di sepanjang pantai Tunisia. Orang-orang Romawi menduduki daerah pedesaan Tunisia lebih luas dari Katargo[4], mereka mendirikan provinsi yang bersatu dan luasnya kurang lebih mencakup wilayah Tunisia sekarang. Selama abad ke-2, ke-3, dan ke-4 provinsi ini berkembang sebagaai lumbung pangan Romawi, mereka banyak menanam pohon Zaitun, sehingga Tunisia menjadi produsen utama minyak zaitun, ini diperlukan makanan, penerangan, dan sabun[5].

Di bawah kekuasaan Romawi, katargo menjadi pusat kegiatan kristen yang paling aktif. Para tokoh awal kristen yang aktif di Katargo meliputi, Tertulian, Santo Cyprian, Santa Monica dan anaknya, Santo Agustinus. namun, seperti halnya orang-orang katargo, bangsa Romawi tidak dapat menamamkan agama ataupun bahasayang langgeng di Tunisia. Di daerah pedalaman, suku berber tetap memakai bahasanya dan percaya terhadap animisme[6].

Menjelang Abad ke-5. Kekaisaran Romawi menjadi lemah lalu bangsa Vedal[7] menyerbu Tunisia. Yang lebih penting lagi adalah serbuan bangsa Arab di abad ke-7 dan 8 Masehi, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti menyerahkan penduduk Romawi. Bangsa Arab menaklukan katargo pada tahun 698 dan lalu mendirikan kota Tunis, yang ketika itu merupakan desa kecil yang terlindungi oleh laguna dari gelombang laut, suku berber yang menjungjung tinggi kemerdekaan, sangat sulit ditaklukan hingga zaman pedudukan Perancis seabad kemudian, sejarah Tunisia merupakan pertentangan terus menerus antara pemikiman tetap pantai dengan suku Nomad atau setengah Nomad dari daerah pedaulaman[8].

Awal Penaklukan Arab dan Dinasti Aglabiyah, zairi dan Hasfid

Bangsa Arab berhasil menyatukan budaya Tunisia. Invasi bangsa Arab di Abad ke – 11 dan 12 memperluas agama islam dan bahasa Arab kepada hampir  setiap orang pedalaman di bawah pimpinan Ugbah bin Nafi pada tahun 670 M. Berbagai dinasti berganti-ganti menguasai Tunisia[9], diantaranya dinasti Aghlabiyah (800-903 M) dan dinasti Ziri (972-1121 M).

Aghlabiyah adalah sebuah dinasti yang berkuasa di Ifriqiyah sekarang adalah wilayah Tunisia. Semenjak tahun 800 M – 903 M. ketika itu dinasti ini ditaklukan oleh dinasti Fatimiyyah. Dinasti yang didirikan oleh Ibrahim al Aqlabdari khurasan, secara formal masih terikat oleh dinasti Abbasiyyah[10].

Bani Ziri berdiri di Tunis. Orang-orang ini dalah keturunan Barbar dari kabilah Sanhaji. Nama kerajaan diambil dari raja pertama yang memerintah, yaitu Yusuf Ibn Balkin Ibn Ziri Ibn Badis. Berdirinya kerajaan ini, karena banyak dari orang-orang Barbar yang banyak menduduki bani Fatimiyyah. Al-Muiz (raja keempat) melantik  Yusuf menjadi gurbernur untuk Afrika. Sejak itu Bani ziri berkuasa di Tunisia[11].

Setelah runtuhnya bani ziri. Berdirilah kerajaan bani hafsid. Kerajaan ini dinisbatkan pada Abu Hafs Umar bin Abu Yahya al-Hantani, salah seorang pengikut dari Ibn Tumart yang mengaku sebagai al mahdi dan mendirikan kerajaan Muwahidun.

Semula abu Hafs hanya mewakili kerajaan Muwahiddun di Tunisia. Tetapi pada akhirnya pada tahun 603/1207 M ia mendirikan kerajaan sendiri yang sangat kuat. Sehingga kekuasaanya sampai ke Eropa dan sebagian besar benua Afrika. Kerajaan ini mengalami kemunduran setelah keruntuhan belakangan saling berebut kekuasaan dan pengaruh. Dan keadaan ini segera diketahui kerajaan usmani, sehingga dengan mudah menaklukannya pada tahun 928/1574 M, saat runtuhnya banu Hafsid diperintah oleh sultan Muhammad bin Hasan, sedangkan penguasa turki pada zaman Murad III[12].  

 Di bawah dinasti Hafsid (1228 – 1578 M) Tunis menjadi salah satu pusat budaya islam yang paling gemilang. Selain masa ini Ibnu Khaldun menulis beberapa buku sosiologi yang pertama di dunia[13].

Turki Usmani dan Pembentukan Dinasti Husain

Pada tahun 1574, Tunisia menjadi salah satu bagian dari kekaisaran Turki Usmani, tetapi perlahan-lahan memperoleh hak untuk memerintah. Dinasti husain berdiri pada tahun 1705 dan memerintah Tunisia, hingga menjadi sebuah Republik[14]. Pada pertengahan abad ke-19, Tunisia menanggung sejumlah problem yang sama dialami oleh imperium Utsmani dan Mesir. Menghadapi kekuatan ekonomi Eropa yang sedang berkembang pesat dan kemunduran perekonomian internal, para Bey Tunisia berusaha memodernisir rezim mereka. Ahmad Bey (1837 – 1855) mendirikan sekolah politeknik pada tahun 1938 dan mengundang sejumlah ahli Eropa untuk melatih infantri baru. Pada tahun 1857, Muhammad Bey (1855 – 1859) memberlakukan kontitusi yang memberikan perlindungan kepada penduduk Tunisia, persamaan pajak, kebebasan beragama, dan pengadilan campuran Tunisia – Eropa. Konstitusi liberal tahun 1861, melahurkan sebuah senat oligarki yang direkrut melalui kooptasi. Namun, beberapa upaya reformasi ini belum dapat dilembagakan sepenuhnya, sabab jumlah tentara dan administrator yang belum memadai[15].

Upaya terakhir untuk memperkuat negara berlangsung pada masa pemerintahan khayr al-Din antara tahun 1873 dan 1877. Khayr al-Din berusaha memperkecil anggaran biaya publik, memperkecil kebocoran dalam pengumpulan pajak, dan mereformasi administrasi urusan agama. Ia mendukung pendirian perguruan Sadiqi tahun 1875 untuk melatih pegawai-pegawai pemerintahan, dan mengangkat supervisor baru untuk perguruan masjid Zaytuna. Dibawah kepemimpinannya permerintah membentuk kantor-kantor baruuntuk pengelolahan harta waqaf dan mengorganisir pengadilan muslim, khususnya untuk menghadapi tuntutan persamaan bangsa Eropa. Terakhir, program reformasi meliputi pembentukan sebuah penerbitanpercetakan pemerintah yang menerbitkan buku-buku tek untuk kepentingan pelajar Sadiqi dan untuk memproduksi naskah-naskah klasik hukum islam[16].

Masa Kolonial Perancis    

Pada tahun 1881, Perancis yang sebelumnya telah menduduki Al-Jazair, lalu menduduki pula Tunisia, pada tahun 1883,  Tunisia menjadi sebuah Protektorat Perancis[17].

Yang terpenting adalah pembukaan tunisia bagi koloni Perancis dan pemberlakuan sistem pertanian dan pendidikan modern. Perancis mendukung kolonialisasi dengan menjual tanah kolektif dan tanah wakaf. Ferubahan perundang-undangan pertanahan telah melahirkan meningkatnya penghasilan negara dengan membuka sejumlah tanah pertanian baru dan dengan menjamin hakmilik para pembeli Eropa. Jumlah koloni Perancis berkembang dari 34.000 pada tahun 1906 menjadi 144.000 pada tahun 1945, dan Perancis menguasai sekitar 1/5 dari jumlah tanah pertanian. Sistem pendidikan Perancis dikembangkan oleh Alliance Francaise dan oleh gereja Katolik. Antara tahun 1885 dan 1912 sekitar 3000 warga Tunisia mengirimkan putra-putra mereka ke Paris. Perancis juga terlibat dalam pendidikan Muslim pada tahun 1898 mereka berusaha mereformasi perguruan Zaytuna dengan menambahkan sejumlah mata pelajaran modern dan beberapa metode pedagogis, tetapi pihak ulama menentang campurtangan ini dengan memasukan pelajaran hukum Islam. Sekalipun demikian, beberapa ulama Tunisia dan pejabat Perancis bekerja sama dalam mereformasi pengajar publik, administrasi wakaf, dan menejemen Perguruan Sadiqi. Kalangan Maliki yang kelahiran pedalaman dan secara sosial sangat mobil lebih cenderung kepada kera sama Perancis daripada melakukan upaya perbaikan sejumlah perguruan Hanafi. Perpecahan dikalangan ulama, selanjutnya menyebabkan sebuah aliansi antara pemerintah dan beberapa segmen lembaga keagamaan Muslim. Demikianlah elite Tunisia menerima pemerintahan Perancis tanpa adanya kesulitan yang berarti. warga Tunisia ditenangkan kembali melalui pengerjaan para pejabat dan ulama Tunisia, dan melalui penghormatan Perancis terhadap sejumlah lembaga Muslim. Pihak Perancis berusaha meyakinkan bahwasanya tidak ada alasan untuk mengganggu pengumpulan pajak[18].       

Perancis lalu memperluas wilayah pertanian tetapnya, membangun banyak kota baru disekitar kota Arab kuno, dan membangun jarinagan jalan raya dan jalan kereta api. Sumbangan ini hanya sedikit mempengaruhi orang Tunisia, mereka adalah penduduk modern. Dibawah Perancis, sekitar seprempat anak-anak muslim memperoleh pendidikan. Namun, hanya sedikit saja tumbuh kelompok kelas menengah di Tunisia. Mereka adalah kelompok yang mengambil budaya Perancis kontemporer tanpa meninggalkan warisan budaya Arab –Islam. Perjuangan Tunisia melawan penduduk bangsa asing dibiayai dan dimenangkan kelompok tersebut[19].

Masa Transisi Menuju Kemerdekaan

Pada awal tahun 1930-an, generasi nasionalis baru tampil ke barisan terdepan. Selam satu dekade lebih partai destour dipmpin oleh keluarga konservatif, umumnya berpendidikan zaytuna, dengan naluri identitas arab muslim yang kuat. Sekarang para wakil dari kota-kota propinsial kecil dan menengah, dengan sebuah model pendidikan yang menggabungkan pengajaran bahasa arab dan Perancis dan gagasan sosialis sekuler tentang masyarakat Tunisia, bangkit menentang elite lama. Para pemuka baru ini mendapatkan dukungan kuatdari orang kota, kaum petani migran dan penduduk kota yang lebih luas. dengan dpimpin oleh Habib Bourguiba, yang lahir di Monatsir dan belajar di Paris pada tahun 1920-an, dan Mahmud Materi, gerakan pemuka tersebutmenuntut partisipasi yang lebih besar dari partai Neo - destournya (yang pada tahun 1964 diubah Sosialis Destour), dan muncul pula sebuah gerakan militan lebih terorganisir, dan memiliki keherensi yang lebih idielogis melancarkan perlawanan pihak Perancis. Pada kongres Destour tahun 1932 bourgiuba menuntut kemerdekaan bagi Tunisia dan mengusulkanseuah perjanjian persahabatan untuk melindungi beberapa kepentingan Perancis. Pada tahun 1934 kelompok radikal mengambil alih Destour dan menciptakan partai neo-Destour dengan Materi sebagai presiden dan bourguiba sebagai sekertaris jendral partai baru ini secara gigih menyerukan boikot terhadap produk-produk Perancis dan pembentukan sebuah rezim demokrasi parlementer. Meskipun pada dasarnya berorientasi sekuler, para tokoh neo-Destour memiliki akar-akar tradisi muslim dan menbangkitkan sentimen muslim melalui pertemuan dibeberapa masjid dan zawiyah. Mereka menyimbulkan identitas muslim mereka dengan mengagitasi hak pemakaman muslim bagi warga Tunisia yang telah meninggalkan islam dengan mengambil kewarganegaraan eropa. Dengan demikian, partai baru ini telah merombak kader sosial yang asli Destour yang jumlah mereka sangat terbatas dan berusaha menumbuhkan sebuah pergerakan massa. Bahkan dengan mengambil alih partai Destour, mereka mengamankan kelangsungan dan kohesi partai ini[20]. Ini partai menerima peradaban barat yang dibawa oleh Perancis, namun menentang kolonialisme dan berjuang untuk mendapatkan pemerintahan sendiri. Akhirnya pada tahun 1956, setelah perjuangan yang lama dan kadang-kadang penuh kekerasan[21].

Kemerdekaan Tunisia

Tunisia mencapai kemerdekaan dengan Bourguiba sebagai President. Pembentukan sebuah pemerintahan Tunisia yang merdeka segera dilanjutkan dengan konsolidasi kekuasaan Bourguiba. Pada tahun 1957 majelis konstituante melucuti angaran belanja Bey, melucuti gelar, dan kekuasaannya. Bourguiba ditetapkan sebagai kepala negara. Konstituantetahun 1959 mempercayakan kekuasaan kepada Presiden. Ia diangkat sebagai Presiden seumur hidup. Pemerintahan baru ini secara progresif menghentikan pejabat-pejabat Perancis dan mengganti mereka dengan kalangan militan, meskipun sekitar 2500 warga Perancis masih bertahan dalam kedinasan Tunisia[22].

Sebagai merespon terhadap tekanan politik dan kebutuhan ekonomi, rezim Tunisia merdeka telah mencoba menerapkan sejumlah strategi ekonomi yang berbeda. Sejak tahun 1956 sampai 1961, secara umum Rezim Tunisia memberlakukan kebijakan ekonomi liberal. Pada tahun 1956 dan 1957 pemerintah mengambilpertanahan warga Perancis, menetapkan kekayaan wakaf di bawah pengawasan (kontrol) pemerintah, dan membuka jalan bagipemilikan pribadi terhadap pertanahan kolektif. Beberapa kebijakan ini, tidak berhasil mendatangkan kapital dan investasi Tunisia. Dibawah tekanan perkumpulan dan kritisisme mahasiswa, dan tokoh-tokoh kalangan sosialis al-Jazair dan Mesir, maka pada tahun 1962, Tunisia mengambil orientalis sosialis. Tanah warga Eropa dinasionalisasikan pada tahun 1964 dan diserahterimakan kepadabadan-badan kerja sama finansial negara. Investasi publik yang sangat besar dan peminjam modal dari sumber-sumber modalluar negeri menjadi basis pembangunan ekonomi. Pada tahun 1969 kebijakan ini juga kegagalan dan Tunisia kembali kepada percampuran antara sektor swasta, koperasi, dan sektor publik dan menggalakan kembali investasi swasta asing. Dikalangan elite negara tidak memilikikejelasan ideologis atau kurang berpengaruh terhadap masyarakat dalam mengimplementasikan program investasi negara yang memusat dalam mengatasi persaingan kebutuhan pekerjaan dan kemakmuran[23].    

Pada tahun 1975. Pada tahun 1987, ia digulingkan oleh perdana mentri zine el-Abidine Ben Ali, yang mengatakan Bourguiba tidak pantas memerintah. Ben Ali, yang memegang tampuk kepresidenan, terpilih untuk jabatan itu tanpa oposisi pada tahun 1989 dan 1994[24].

Sampai tahun 1981, Tunisia bersistem politik satu partai. Partai Sosialis Destour (DSP) menduduki permusyawarahan nasional, sejak kemerdekaan  sampai tqhun 1994. Pada tahun itu, pemilihan berdasarkan  sedikitnya 19 kursi dari163 kursi perwakilan bagi pihak oposisi, walaupun DSP tetap berkuasa, dan larangan bagi partai fundamentalis muslim tetap berlaku, anggota permusyawaratan nasional dipilih setiap 5 tahun[25].

Daftar Pustaka

1.      Wikipedia.cm

2.      Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000,

3.      ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1, PT. Grolier Internasional Inc, Jakarta 2000

4.      Cyrel Glasse, Ensiklpedia islam Ringkasan, P.T RajaGrafind, Jakarta, 1999.

5.      Harld Lamb, Hanibal sang penantang Imerium Rma, P.T Pembangun Djakarta. Jakarta 1966.


SPI KAWASAN TIMUR TENGAH II

 

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“TUNISIA”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Oleh:

Cipto

105022000834

 

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2008/2009



[1]  www. Wikipedia. com

[2]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1, PT. Grolier Internasional Inc, Jakarta 2000. hal 82.

[3]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1, PT. Grolier Internasional Inc, Jakarta 2000 hal 84.

[4]  Katarga adalah sebuah k0ta di tepi pantai tunisia, daerah ini menjadi rebutan bangsa penjajah, karna wilayah yang strategis buat perdagangan, mulai dari bangsa funisia, Rmawi, Vandal, Francis, dan Turki Usmani.  

[5]   Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 87

[6]   Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[7]  Bangsa Jerman kun0

[8]   Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[9]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[10] Cyrel Glasse, Ensiklpedia islam Ringkasan, P.T RajaGrafind, Jakarta, 1999.hal  81

[11]  Cyrel Glasse, Ensiklpedia islam Ringkasan, P.T RajaGrafind, Jakarta, 1999 hal 82..

[12]  Cyrel Glasse, Ensiklpedia islam Ringkasan, P.T RajaGrafind, Jakarta, 1999.hal. 84.

[13]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[14]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[15] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 228

[16]  Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 228-229.

[17]  Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[18] I ra. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 230-231

[19] Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[20] ra. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 233-234.

[21] Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[22]  Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 235.

[23]  Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jilid 3, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta 2000, hal. 235-236.

[24] Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88

[25] Tim, ensiklopedia Bangsa dan Negara Jilid 1…………………………………. Jakarta 2000, hal 88